Sunday, May 27, 2007

Ta..

Semalam aku menemuinya. Disebuah sudut ruang penuh debu, sendiri dan manyun. Tangannya memeluk lutut sementara nafasnya mengalir berat satu-satu.

Aku yang semula ingin sekedar menyapa jadi mengkeret. Kuurungkan niatku berakrab-akrab melihat mendung murung wajahnya. Malam mengalir pekat dengan suaranya yang pelan sunyi ini meresahkanku.

"Hai" sapaku memberanikan diri. Sepintas kulihat mukanya kusut dengan matanya yang merah-mungkin kurang tidur- menakutkanku. Sapaku tak di jawabnya, hanya tangannya mengambil sebuah kertas kusam dan robek di sana-sini, bertuliskan "DO NOT DISTURB" dengan huruf kapital besar-besar.

"Ah, kau bersedih lagi, kenapa?" Tanyaku terbiar menggema tak berjawab. Menggantung dilangit-langit dan pelan merayap membentur-bentur arasymu.

"Ini apa lagi Ta?" kulihat setitik air bening menetes dari sudut matamu. Mata yang tetap berkabut walau nyaris jutaan kali kucoba menghapusnya. Aku melihatnya.

Tapi mengapa matanya melihatku begitu ya? Mata itu biasanya menatap hangat dan lembut. Dia akan merangkulku dengan mesra dan berkata dengan sangat halus, walaupun saat itu dia sedang tidak mau diganggu. Biasanya dia hanya berkata "Maaf sayang, aku sedang sibuk. Andai keperluanmu begitu penting, kau bisa menulis pesanmu di kertas atau bila kau ingin menjumpaiku lagi, kau bisa sms atau miscall aku. Aku akan menjawab pesanmu" Sambil ditutup sebuah ciuman dikening dengan segala kasih sayangnya.

Apa yang terjadi denganmu Ta? Ah..aku masih juga mepertanyakan itu. Aku tidak akan menemukan jawabannya jika hanya terus bertanya pada diriku. Sementara tafsir tentangmu lebih sering di monopoli untuk seribu satu mau. Mereka mengikatmu disudut dan hanya indah untuk di persembahi segala puja-puji itu. Ya, mereka kenakan baju-baju sempit untuk memasungmu. Menyogokmu dengan doa, mantra, lalu memasangkan mahkota dengan nama-nama indah sementara ritual-ritual yang rigid menodai sucimu.

"Salah apa aku? Hingga kupikir ada yang pernah benar-benar tulus mencintaiku. Cinta mereka berpamrih sorga atau takut neraka. Bukan, bukan itu maksudku mencipta semua." Kau mengeluh dengan suara pelan.

"Bahkan kau tahu kan? Seringkali mereka meminjam namaku, untuk membunuh, memaksa, dan sementara mereka selalu lupa mengembalikannya padaku"

Ah, kau bersedih dan menangis untuk ini rupanya.

(Aku harus menemuinya lagi dan menanyakan apa yang terjadi terhadap dirinya. Biarlah. Aku juga sering begitu. Mungkin sedang banyak masalah saja. Mengurus semesta dan milyaran takdir pastilah merepotkan sekali. Hi..hi.. aku saja untuk mengurus diri ini sendiri saja tidak kelar-kelar, apa lagi dia.)

Ta, aku kangen sentuhmu...